Minggu, 07 Februari 2016

Dasar-Dasar Kepemimpinan




Born to Leaders, Leaders are Born and not made, Leaders are made and not Born, term tersebut bermaksud untuk menjelaskan asal mula kepemimpinan. Dalam teori kepemimpinan terdapat 3 (tiga) aliran utama yang menggambarakan muasal suatu kepemimpinan, pertama bahwa seorang dapat memimpin karena ia lahir dengan bakat-bakat kepemimpinan (teori genetik), kedua bahwa seorang dapat memimpin jika memiliki pendidikan dan memperoleh kesempatan (teori sosial); ketiga, seorang dapat menjadi pemimpim jika memiliki bakat-bakat yang bersifat genetis, tetapi itu hanya bersifat potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut melalui pendidikan, pengalaman dan kesempatan (teori ekologis).

Dalam beberapa situasi dan tempat, pemimpin itu harus dari seseorang yang sudah digariskan untuk menjadi pemimpin (born to leaders). Pemimpin bukan dipelajari, bukan pula bentukan lingkungan, tetapi harus dari titisan dewa. Dalam jaman kerajaan pemimpin harus dari keturunan raja-raja sebelumnya. Namun kemajuan dan perubahan paradigma kekuasaan, dan perwujudan dari sebuah masyarakat yang mengenal prinsip-prinsip demokrasi sebagai sebuah ideologi negara, pandangan klasik kepemimpinan tersebut telah terkikis. Pemimpin bisa dipelajari dan pemimpin bisa mucul karena adanya kesempatan, pemimpin bukan dilahirkan tetapi hasil bentukan (Leaders are made and not born).
Sejarah Kepemimpinan
Berbicara tentang kepemimpinan sejak dahulu kita sudah kenal, para pemimpin telah lama mempraktekkan sebuah model dan gaya dalam melakukan kegiatan menggerakkan dan mengarahkan orang lain sebagai suatu unsur kepemimpinan. Karya besar para pemimpin dahulu sampai sekarang yang mewujudkan kinerja kepemimpinan yang luar biasa dalam sepanjang sejarah, adalah indikatornya tentang penerapan seni secara universal
Dari tataran sosio-kultural, dapat pula diidentifikasi akan adanya penerapan seni kepemimpinan dengan melihat adanya peran pemimpin yang dijalankan dalam setiap kelompok. Sebagai contoh sejak lama kita telah mengenal penggunaan penghulu, kepala desa, atau lurah, hulubalang, raja, kepala adat, ustadz dan sebagainya yang semuanya menunjuk pada pemimpin (di negara kita terutama budaya Jawa, sudah dikenal prinsip menang tanpa perang, menang tanpa membuat orang yang kalah merasa dikalahkan, yang prinsipnya sama win-win solution, namun prinsip in belum disadari sebagai bagian dari prinsip kepemimpinan). Namun demikian, konsep pemimpin dan kepemimpinan secara khusus belum dikenal luas penggunaan istilah-istilah yang menunjuk kepada adanya peran kepemimpinan dimaksud. Dalam perkembangan sejarah kepemimpinan di Indonesia dapat dikategorikan dengan membagi 3 (tiga) fase Yakop T (2001), Pertama – masa kolonial Belanda sampai 1953 yang dapat disebut fase mandor atau fase klerek. Pada masa itu penguasa kolonial Belanda menempatkan inlander hanya pada level mandor, klerek, kopral atau sersan dan sebagainya yang hanya menjelaskan bahwa para peimpin itu hanya pada level operasional yang berperan sebagai “supervisor kerja” saja bukanlah top leader, karena hanyalah kelompok kolonial yang diyakini oleh mereka lahir untuk memimpin (teori genetik)   Fase kedua (1953 – 1970/1980). Fase ini disebut perkembangan administrasi dan manajemenPada tataran ini para pemimpin Indonesia (setidak-tidaknya segelintir elit) telah mahir menggunakan ilmu manajamen dimana mereka sudah mempraktekkan teoari-teoari kepemimpianan modern, Fase ketiga (1980-2000 sampai saat ini) fase kepemimpinan baru atau fase kepemimpinan global.
Hakekat Kepemimpinn
Secara praktis hakikat kepemimpinan adalah sebagai suatu proses dan prilaku untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organiasi. Hal ini bermakna, para pemimpin tidak melakukan kegiatan (khususnya yang bersifat teknis) tetapi dengan memanfaatkan secara optimal sumber daya organisasi yang tersedia.
Kepemimpinan sebagaimana dinyatakan oleh Marcel Beding), “lebih sekedar atribut pribadi dan watak yang dapat dibiasakan ke dalam spektrum sifat-sifat kepemimpinan yang ditentukan oleh harapan-harapan kelompok, lembaga dan organisasi., Kouse dan Posner (1995) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni memobilisasi orang lian supaya ingin berjuang mengejar aspirasi bersama.. kata “ingin” dalam pengertian ini menjadi penting, sbab tanpa kata tersebutmakan kemimpinan akan bermakna kurang melibatkan otang lain. Sedangan Crib dalam Ermaya (2006) merumuskan bahwa kepemimpian adalah kemampuan memperolah konsensus dan ikatan sasaran bersama, melalui syarat-syarat organisasi organisasi yang dicapai dengan pengalaman, sumbangan dan kepuasaan di pihak kelompok kerja.
Ronald Heifetz dan Laurie (1998) memberikan pengertian pemimpin masa depan yang dikaitkan dengan tantangan dan tuntutan perubahan jaman. Kepemimpinan masa depan adalah seorang pemimpin yang adaptif terhadap tantangan, peraturan yang menekan, memperhatikan pemeliharaan disiplin, memberikan kembali berbagai keberhasilan organisasi, kepada karyawan, dan menjaga kepemimpinannya.kepemimpinan harus selalu menyiapkan berbagai bentuk solusi dalam pemecahan tantangan masa depan.
Dalam beberapa hal kepemimpinan terkadang disamakan dengan management. tetapi bila dirinci lebih jauh terdapat perbedaan dalam resource, legitimasi dan hubungan variabel. Kepemimpinan mengarah kepada kemampuan individu sedangkan management kepada system dan mekanisme kerja, kepemimpinan merupakan kualitas hubungan pemimpin dan pengikut sedangkan management merupakan fungsi status atau wewenang (authority).  
Kepemimpinan adalah Fenomena Pemimpin, Pengikut dan Situasi
Kepemimpinan membawa arti adanya fenomena kompleks yang melibatkan pemimpin, pengikut dan situasi. Tiga elemen ini saling berinteraksi dalam hubungan saling membutuhkan dengan kepasitasnya masing-masing; pemimpin (personalitas, posisi, kepakaran, dsb), pengikut (kepercayaan, kepatuhan, pemikiran kritis, dsb) dan situasi (kerja, tekanan/stress, lingkungan, dsb). Kita bisa memahami proses kepemimpinan dengan baik ketika kita tidak hanya melihat sosok seorang pemimpin, tetapi juga pengikut, bagimana pemimpin dan pengikut saling mpengaruhi dan juga bagimana situasi bisa mempengaruhi kemampuan dan tingkah laku pemimpin dan pengikut. Hakekat terpenting dari framework ini adalah bagaimana menjadikan kepemipinan sebagai sebuah permainan orkestra yang merdu, sebagai hasil dari interaksi sinergis dari pemimpin, pengikut dan situasi. 
                                               
       Pemimpin


 



                                               

                        Pengikut                                                                                Situasi


Seorang pemimpin harus bisa menjalankan 3 (tiga) filosafi pemimpin ideal, yakni harus menjadi Tut Wuri handayani, In Madyo Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tulodo. Dari belakang dia harus mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab, dari dalam dia harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya, dan dari dalam dia harus mampu menjadi panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya
Kepemimpinan adalah Proses Bukan Posisi
Banyak yang menganggap bahwa kepemimpinan sama halnya dengan menduduki jabatan, anggapan seperti itu sangatlah keliru, karena kepemimpinan adalah sebuah proses pembelajaran dan praktek, dia bukanlah sebuah posisi ataupun jabatan yang diberikan. Jabatan bisa kita dapatkan karena uang, hubungan kekeluargaan, ataupun kolusi. Tidak demikian dengan sebuah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sebuah proses yang akan membentuk seorang pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri sendiri (integrity), bertanggungjawab yang tulus (compossion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitmen), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication). Juga sbuah proses yang akan membentuk seorang pengikut (follower) yang didalam kepatuhannya kepada pemimpin, tetapi memiliki pemikiran kritis, inovatif, dan jiwa independen.
Bagaimana menjadi pemimpin ideal?
Menjadi pemimpin yang bisa mengahadapi berbagai perubahan dan dinamika jaman tentu tidak mudah, olehnya diperlukan syarat di dalam kepemimpinaan. Herman Finer memberikan kriteria dalam Kepemimpinan yang dikenal dengan Nine-C. yakni Consciousnuess-C1, pemimpin harus memiliki fakta-fakta pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya; Coherence-C2, kemampuan menghubungkan pelbagai cabang pengetahuan yang diperlukan; Constancy-C3 Kemantapan atau ketetapan pendirian; Conviction-C4, keteguhan, suatu ketetapan hati; Creativines-C5, Daya cipta atau kretatvitas; Consncientiounsness-C6, Keseksamaan atau kecermatan; Courage C7, keberanian atau kekuatan moral untuk bertindak; Captivation C8, Daya pikat ini bisa berkaiatan dengan popularitas; Cleverness-C9 kepintaran yakni memiliki pengetahuan atau sumber-sumber lain.
Persyaratan tersebut bila dimilki oleh seorang pemimpin dengan memadukan unsur dukungan dari lingkungan, maka pemimpin tersebut, akan mampu menjadi pemimpin panutan. Namun kemampuan kognisi tersebut harus dibarengi dengan integritas yang tinggi serta moral yang baik, karena tuntan kepemimpinan modern sangat kompleks. Dalam perkembangan masyaraka modern, berbagai hamabatan kedepan harus dihadapi dengan melahirkan pemimpin ideal. Tututan globalisasi dan modernisasi membawa perubahan bagi masyarakat dan lingkungan, hal tersebut menuntut lahirnya seorang pemimpin yang kapabel dan paripurna yang bisa menjawab tantangan global.
Menggagas Kepemimpinan Melalui Gerakan Masyarakat Civil
Ketika berbicara tentang kepemimpinan, maka bayangan kita akan mengarah pada pemimpin formal yang dilahirkan oleh insitusi negara. Namun akhir-akhir ini pemimpin atau pejabat negara mengalami citra negatif. Sorotan akan prilaku penyalahgunaan kekuasaan bukan lagi berita baru, bahkan laporan dari tim rating media, mengungkapakn bahwa berita korupsi sudah jarang diikuti oleh masyarakat karena begitu banyaknya pemberitaan tentang korupsi di Indonesia. Partai politik sebagai lembaga formal pencetak pemimpin juga mengalami degradasi kepercayaan publik. Sebagai agen politik modern, partai politik kian hancur dihadapan masyarakat. Survey terbaru Lembaga Survey Indonesia (LSI)  menyebutkan bahwa parpol merupakan kantong korupsi terbesar di lembaga politik Indonesai. Hal yang sama terjadi di legislatif, baik pusat maupun daerah sebagai produk parpol.
Bila situasinya demikian, tak heran bila kepemimpinan yang muncul bukan “by design” tetapi “by acciden”, ia tercipta bukan melalui proses alamiah yang menempanya menjadi : “mahluk unggul”. Sehingga fenomena yang muncul, sepanjang tahun 2000 hingga 2007 pihak kejaksaan sibuk menangani kasus koupsi kader-kader terbaik parpol, baik yang duduk dilegislatif maupun di eksekutif.
Di negara demokrasi yang mapan, partai politik menjadi satu yang penting dalam menghasilkan kepemimpinan. Namun dalam konteks Indonesia, mengandalkan parpol dengan berbagai kelemahannya untuk membangun kepemimpinan, sama saja dengan memberikan “check kosong” disini diperlukan organisasi masyarakt sipil yang kuat yang memberi alternatif kaderisasi kepemimpinan disamping parpol. James Goes dalam Endang Sulfiana mengungkapkan bahwa dua alasan mendasar tentang anging perubahan yang datang dari organisasi masyarakt sipil, Pertama, gerakan masyarakat sipil selalu dipengaruhi sistem demokrasi yang berkembang di dunia. Kedua, gerakan masyarakat sipil merupakan semangat murni (genuen desire) dari warga masyarakat untuk berpartsipasi dalam kehidupan masyarakat terutama dalam melahirkan kepemimpinan yang handal sesuai dengan semangat nasionalisme dalam rangka menghadapi arus modernisasi dan pengaruh globalisasi.

---------------------------------------
Makalah ini dibawakan pada kegiatan : PENDIDIKAN DAMAI (PEACE LEARNING) ANGGOTA OSIS SLTP-SLTA SE-KOTA PALU, tahun 2007 di Gedung GOLNI Palu



REFERENSI
Finer, Herman, 1967, The Mayor Government of Modern Eurpe, Harper Row
                          Publisher, New York, Envasten, London
Kouse, Posner (1995) The Leadership and Cahalengge
Pamudji,S 1986, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, PT. Bina Aksara, Jakarta
Suradinata Ermaya, 2002, Paradigma Baru Kepemimpinan Indonesia, Suara Bebas Jakarta
Artikel dan Rujukan lainnya :
Yakop Tomatala, Sejarah Kepemimpinan
Romi Satria Wahono, Membedah Akar Kepemimpinan
As Rifai, Bahan Ajar Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Fisip Untad


0 Komentar: