Born to Leaders, Leaders are Born and not made, Leaders are made and not Born, term tersebut bermaksud untuk
menjelaskan asal mula kepemimpinan. Dalam teori kepemimpinan terdapat 3 (tiga)
aliran utama yang menggambarakan muasal suatu kepemimpinan, pertama bahwa
seorang dapat memimpin karena ia lahir dengan bakat-bakat kepemimpinan (teori genetik), kedua bahwa seorang
dapat memimpin jika memiliki pendidikan dan memperoleh kesempatan (teori sosial); ketiga, seorang dapat
menjadi pemimpim jika memiliki bakat-bakat yang bersifat genetis, tetapi itu
hanya bersifat potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut melalui pendidikan,
pengalaman dan kesempatan (teori ekologis).
Dalam beberapa
situasi dan tempat, pemimpin itu harus dari seseorang yang sudah digariskan
untuk menjadi pemimpin (born to leaders).
Pemimpin bukan dipelajari, bukan pula bentukan lingkungan, tetapi harus dari
titisan dewa. Dalam jaman kerajaan pemimpin harus dari keturunan raja-raja
sebelumnya. Namun kemajuan dan perubahan paradigma kekuasaan, dan perwujudan
dari sebuah masyarakat yang mengenal prinsip-prinsip demokrasi sebagai sebuah
ideologi negara, pandangan klasik kepemimpinan tersebut telah terkikis.
Pemimpin bisa dipelajari dan pemimpin bisa mucul karena adanya kesempatan, pemimpin
bukan dilahirkan tetapi hasil bentukan (Leaders
are made and not born).
Sejarah
Kepemimpinan
Berbicara tentang
kepemimpinan sejak dahulu kita sudah kenal, para pemimpin telah lama
mempraktekkan sebuah model dan gaya dalam melakukan kegiatan menggerakkan dan
mengarahkan orang lain sebagai suatu unsur kepemimpinan. Karya besar para
pemimpin dahulu sampai sekarang yang mewujudkan kinerja kepemimpinan yang luar
biasa dalam sepanjang sejarah, adalah indikatornya tentang penerapan seni
secara universal
Dari tataran sosio-kultural,
dapat pula diidentifikasi akan adanya penerapan seni kepemimpinan dengan
melihat adanya peran pemimpin yang dijalankan dalam setiap kelompok. Sebagai
contoh sejak lama kita telah mengenal penggunaan penghulu, kepala desa, atau
lurah, hulubalang, raja, kepala adat, ustadz dan sebagainya yang semuanya
menunjuk pada pemimpin (di negara kita terutama budaya Jawa, sudah dikenal
prinsip menang tanpa perang, menang tanpa membuat orang yang kalah merasa
dikalahkan, yang prinsipnya sama win-win
solution, namun prinsip in belum disadari sebagai bagian dari prinsip
kepemimpinan). Namun demikian, konsep pemimpin dan kepemimpinan secara khusus
belum dikenal luas penggunaan istilah-istilah yang menunjuk kepada adanya peran
kepemimpinan dimaksud. Dalam perkembangan sejarah kepemimpinan di Indonesia
dapat dikategorikan dengan membagi 3 (tiga) fase Yakop T (2001), Pertama
– masa kolonial Belanda sampai 1953 yang dapat disebut fase mandor atau fase
klerek. Pada masa itu penguasa kolonial Belanda menempatkan inlander hanya pada
level mandor, klerek, kopral atau
sersan dan sebagainya yang hanya menjelaskan bahwa para peimpin itu hanya pada
level operasional yang berperan sebagai “supervisor kerja” saja bukanlah top
leader, karena hanyalah kelompok kolonial yang diyakini oleh mereka lahir untuk
memimpin (teori genetik) Fase
kedua (1953 – 1970/1980). Fase ini disebut perkembangan administrasi dan
manajemenPada tataran ini para pemimpin Indonesia (setidak-tidaknya segelintir
elit) telah mahir menggunakan ilmu manajamen dimana mereka sudah mempraktekkan
teoari-teoari kepemimpianan modern, Fase ketiga (1980-2000 sampai saat ini) fase
kepemimpinan baru atau fase kepemimpinan global.
Hakekat
Kepemimpinn
Secara praktis
hakikat kepemimpinan adalah sebagai suatu proses dan prilaku untuk mempengaruhi
aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang
untuk memberikan manfaat individu dan organiasi. Hal ini bermakna, para
pemimpin tidak melakukan kegiatan (khususnya yang bersifat teknis) tetapi
dengan memanfaatkan secara optimal sumber daya organisasi yang tersedia.
Kepemimpinan sebagaimana dinyatakan oleh Marcel Beding), “lebih sekedar
atribut pribadi dan watak yang dapat dibiasakan ke dalam spektrum sifat-sifat
kepemimpinan yang ditentukan oleh harapan-harapan kelompok, lembaga dan
organisasi., Kouse dan Posner (1995) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni
memobilisasi orang lian supaya ingin berjuang mengejar aspirasi bersama.. kata
“ingin” dalam pengertian ini menjadi penting, sbab tanpa kata tersebutmakan
kemimpinan akan bermakna kurang melibatkan otang lain. Sedangan Crib dalam
Ermaya (2006) merumuskan bahwa kepemimpian adalah kemampuan memperolah
konsensus dan ikatan sasaran bersama, melalui syarat-syarat organisasi organisasi
yang dicapai dengan pengalaman, sumbangan dan kepuasaan di pihak kelompok kerja.
Ronald Heifetz dan Laurie (1998) memberikan pengertian pemimpin masa depan
yang dikaitkan dengan tantangan dan tuntutan perubahan jaman. Kepemimpinan masa
depan adalah seorang pemimpin yang adaptif terhadap tantangan, peraturan yang
menekan, memperhatikan pemeliharaan disiplin, memberikan kembali berbagai
keberhasilan organisasi, kepada karyawan, dan menjaga
kepemimpinannya.kepemimpinan harus selalu menyiapkan berbagai bentuk solusi
dalam pemecahan tantangan masa depan.
Dalam beberapa hal kepemimpinan terkadang disamakan dengan management. tetapi
bila dirinci lebih jauh terdapat perbedaan dalam resource, legitimasi dan
hubungan variabel. Kepemimpinan mengarah kepada kemampuan individu sedangkan
management kepada system dan mekanisme kerja, kepemimpinan merupakan kualitas
hubungan pemimpin dan pengikut sedangkan management merupakan fungsi status
atau wewenang (authority).
Kepemimpinan
adalah Fenomena Pemimpin, Pengikut dan Situasi
Kepemimpinan membawa
arti adanya fenomena kompleks yang melibatkan pemimpin, pengikut dan situasi.
Tiga elemen ini saling berinteraksi dalam hubungan saling membutuhkan dengan
kepasitasnya masing-masing; pemimpin (personalitas, posisi, kepakaran, dsb),
pengikut (kepercayaan, kepatuhan, pemikiran kritis, dsb) dan situasi (kerja,
tekanan/stress, lingkungan, dsb). Kita bisa memahami proses kepemimpinan dengan
baik ketika kita tidak hanya melihat sosok seorang pemimpin, tetapi juga
pengikut, bagimana pemimpin dan pengikut saling mpengaruhi dan juga bagimana
situasi bisa mempengaruhi kemampuan dan tingkah laku pemimpin dan pengikut.
Hakekat terpenting dari framework ini
adalah bagaimana menjadikan kepemipinan sebagai sebuah permainan orkestra yang
merdu, sebagai hasil dari interaksi sinergis dari pemimpin, pengikut dan
situasi.
Pemimpin
Pengikut Situasi
Seorang pemimpin
harus bisa menjalankan 3 (tiga) filosafi pemimpin ideal, yakni harus menjadi
Tut Wuri handayani, In Madyo Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tulodo. Dari
belakang dia harus mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di
depan dan sanggup bertanggung jawab, dari dalam dia harus mampu membangkitkan
semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya, dan dari
dalam dia harus mampu menjadi panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya
Kepemimpinan
adalah Proses Bukan Posisi
Banyak yang
menganggap bahwa kepemimpinan sama halnya dengan menduduki jabatan, anggapan
seperti itu sangatlah keliru, karena kepemimpinan adalah sebuah proses pembelajaran
dan praktek, dia bukanlah sebuah posisi ataupun jabatan yang diberikan. Jabatan
bisa kita dapatkan karena uang, hubungan kekeluargaan, ataupun kolusi. Tidak
demikian dengan sebuah kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sebuah proses yang
akan membentuk seorang pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri
sendiri (integrity), bertanggungjawab
yang tulus (compossion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak
sesuai dengan keyakinan (commitmen),
kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication). Juga sbuah proses yang
akan membentuk seorang pengikut (follower)
yang didalam kepatuhannya kepada pemimpin, tetapi memiliki pemikiran kritis,
inovatif, dan jiwa independen.
Bagaimana menjadi
pemimpin ideal?
Menjadi pemimpin
yang bisa mengahadapi berbagai perubahan dan dinamika jaman tentu tidak mudah,
olehnya diperlukan syarat di dalam kepemimpinaan. Herman Finer memberikan
kriteria dalam Kepemimpinan yang dikenal dengan Nine-C. yakni
Consciousnuess-C1, pemimpin harus memiliki fakta-fakta pengetahuan yang diperlukan
untuk menjalankan tugasnya; Coherence-C2, kemampuan menghubungkan pelbagai
cabang pengetahuan yang diperlukan; Constancy-C3 Kemantapan atau ketetapan
pendirian; Conviction-C4, keteguhan, suatu ketetapan hati; Creativines-C5, Daya
cipta atau kretatvitas; Consncientiounsness-C6, Keseksamaan atau kecermatan;
Courage C7, keberanian atau kekuatan moral untuk bertindak; Captivation C8,
Daya pikat ini bisa berkaiatan dengan popularitas; Cleverness-C9 kepintaran
yakni memiliki pengetahuan atau sumber-sumber lain.
Persyaratan
tersebut bila dimilki oleh seorang pemimpin dengan memadukan unsur dukungan
dari lingkungan, maka pemimpin tersebut, akan mampu menjadi pemimpin panutan. Namun
kemampuan kognisi tersebut harus dibarengi dengan integritas yang tinggi serta moral
yang baik, karena tuntan kepemimpinan modern sangat kompleks. Dalam
perkembangan masyaraka modern, berbagai hamabatan kedepan harus dihadapi dengan
melahirkan pemimpin ideal. Tututan globalisasi dan modernisasi membawa
perubahan bagi masyarakat dan lingkungan, hal tersebut menuntut lahirnya
seorang pemimpin yang kapabel dan paripurna yang bisa menjawab tantangan
global.
Menggagas
Kepemimpinan Melalui Gerakan Masyarakat Civil
Ketika berbicara
tentang kepemimpinan, maka bayangan kita akan mengarah pada pemimpin formal
yang dilahirkan oleh insitusi negara. Namun akhir-akhir ini pemimpin atau
pejabat negara mengalami citra negatif. Sorotan akan prilaku penyalahgunaan kekuasaan
bukan lagi berita baru, bahkan laporan dari tim rating media, mengungkapakn
bahwa berita korupsi sudah jarang diikuti oleh masyarakat karena begitu
banyaknya pemberitaan tentang korupsi di Indonesia. Partai politik sebagai lembaga
formal pencetak pemimpin juga mengalami degradasi kepercayaan publik. Sebagai
agen politik modern, partai politik kian hancur dihadapan masyarakat. Survey terbaru
Lembaga Survey Indonesia (LSI)
menyebutkan bahwa parpol merupakan kantong korupsi terbesar di lembaga
politik Indonesai. Hal yang sama terjadi di legislatif, baik pusat maupun
daerah sebagai produk parpol.
Bila situasinya demikian, tak heran bila kepemimpinan yang muncul bukan “by design” tetapi “by acciden”, ia tercipta bukan melalui proses alamiah yang
menempanya menjadi : “mahluk unggul”. Sehingga fenomena yang muncul, sepanjang
tahun 2000 hingga 2007 pihak kejaksaan sibuk menangani kasus koupsi kader-kader
terbaik parpol, baik yang duduk dilegislatif maupun di eksekutif.
Di negara demokrasi yang mapan, partai politik menjadi satu yang penting
dalam menghasilkan kepemimpinan. Namun dalam konteks Indonesia, mengandalkan
parpol dengan berbagai kelemahannya untuk membangun kepemimpinan, sama saja
dengan memberikan “check kosong” disini diperlukan organisasi masyarakt sipil
yang kuat yang memberi alternatif kaderisasi kepemimpinan disamping parpol. James
Goes dalam Endang Sulfiana mengungkapkan bahwa dua alasan mendasar tentang
anging perubahan yang datang dari organisasi masyarakt sipil, Pertama, gerakan
masyarakat sipil selalu dipengaruhi sistem demokrasi yang berkembang di dunia.
Kedua, gerakan masyarakat sipil merupakan semangat murni (genuen desire) dari warga masyarakat untuk berpartsipasi dalam
kehidupan masyarakat terutama dalam melahirkan kepemimpinan yang handal sesuai
dengan semangat nasionalisme dalam rangka menghadapi arus modernisasi dan pengaruh
globalisasi.
---------------------------------------
Makalah ini dibawakan pada kegiatan : PENDIDIKAN DAMAI (PEACE
LEARNING) ANGGOTA OSIS SLTP-SLTA SE-KOTA PALU, tahun 2007 di Gedung GOLNI Palu
REFERENSI
Finer, Herman, 1967, The Mayor
Government of Modern Eurpe, Harper Row
Publisher,
New York, Envasten, London
Kouse, Posner
(1995) The Leadership and Cahalengge
Pamudji,S 1986, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, PT.
Bina Aksara, Jakarta
Suradinata Ermaya, 2002, Paradigma Baru Kepemimpinan
Indonesia, Suara Bebas Jakarta
Artikel dan Rujukan
lainnya :
Yakop Tomatala, Sejarah Kepemimpinan
Romi Satria Wahono, Membedah Akar Kepemimpinan
As Rifai, Bahan Ajar Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia,
Fisip Untad
0 Komentar:
Posting Komentar